BANDUNG, PastiNews – Tren Fast Fashion di mulai sejak akhir 1990 – 2000, saat industri textile mulai memproduksi berbagai macam fashion yang terinspirasi dari selebritis, atau rumah mode lalu di produksi massal menjadi barang murah dengan kualitas bagus.
Fast fashion dapat menyajikan banyak pilihan model baju dengan waktu produksi yang relatif singkat. Namun, fast fashion sendiri seringkali menggunakan material campuran berbahan plastik atau polyester yang seringkali menimbulkan masalah dan pencemaran lingkungan.
Perkembangan tren fashion dengan berevolusi, tentunya berdampak negatif tersendiri oleh lingkungan, pencemaran akibat industri textile pun tidak terhindari.
Salah satu produk yang ramah lingkungan yakni bahan katun alami tanpa tambahan non organik lainnya.
Menurut survei Global Lifestyle Monitor pada 2018, sebanyak 10,000 koresponden dari berbagai negara dengan pasar konsumen terbesar seperti China, Italia, Inggris, Jepang, Jerman, Kolombia, Meksiko, sebanyak 76 persen koresponden menyukai bahan katun sebagai kaos pakaian.
Selain itu, 65 persen konsumen menyatakan, serat katun atau kapas merupakan serat yang paling berkelanjutan atau sustainable, dan 83 persen mempersepsikan katun merupakan serat yang aman dan nyaman (cottonusa.org).
Salah satu brand fashion yang mengikuti tren fast fashion yakni brand Zalmore asal Bandung, dengan membangun konsep sustainable produk sebagai bentuk dukungan green fashion.
Menggunakan bahan serat katun organik alami, Zalmore menciptakan konsep fashion trendy yang berkualitas namun ramah di saku (terjangkau).
Zalmore, merupakan binaan Kemenkop dan Kemenperin ini berhasil menjawab isu lingkungan dengan menciptakan produk fast sustainable fashion.
Produk-produk dari Zalmore hadir dengan model dan tren terkini karena menggunakan material 100 persen cotton sehingga dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan.
Bagaimana membedakan bahan katun murni tanpa campuran?
Aditya Hemming, COO dari Zalmore, mengungkapkan, produk Zalmore 100 persen berbahan cotton dan dapat dibuktikan dengan cara membakar kain materialnya.
‘Material 100 persen cotton akan menjadi abu dan debu ketika dibakar, berbeda dengan campuran, biasanya terdapat kandungan polyester yang menghasilkan plastik ketika terbakar,’ pungkasnya. ***