PEMERINTAH telah menerbitkan aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. PP. Dalam PP tersebut, mengatur beberapa program kesehatan diantaranya kesehatan sistem reproduksi.
Salah satu pasal di dalamnya menuai kontroversi, yakni Pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja disebutkan pada ayat 4e mengenai penyediaan alat kontrasepsi.
Meski dijelaskan oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH, penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan. (kemkes.go.id 5/8)
Namun banyak kalangan menilai, pernyataan tersebut seakan melegalkan hubungan seksual di kalangan remaja dan anak usia sekolah.
Anggota DPR RI Komisi IX Netty Prasetiyani dikutip dari detik.com pada Minggu (4/8/2024) mengungkatkan, “Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?
Respon lainnya datang dari ulama besar di Indonesia, Ustadz Adi Hidayat lewat kanal Youtube-nya bernama Adi Hidayat Official Sabtu (10/8/2024).
UAH dengan tegas menolak alat kontrasepsi untuk remaja. Karena menjadi persolan dimana UU perkawinan menegaskan batas usia minmal menikah, UU pendidikan meningkatkan iman dan takwa. Sedangkan UU kesehatan melalui PP ini menyediakan alat yang kontradiktif dengan kedua peraturan diatas.
Bahkan banyak masyarakat tak habis pikir, PP 28/2024 ini menunjukkan sebenarnya pemerintah telah gegabah membuat aturan.
Tak hanya itu, pemerintah bahkan tidak peduli dengan resiko kedepan bagi kehidupan remaja. Belum lagi pergaulan remaja kini sangat bebas dan jauh dari norma-norma agama.
Perilaku Negatif Remaja Saat Ini
Sebelum ada aturan resmi penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja, generasi Gen z dan milenial kini banyak terpapar sistem liberisme. Melakukan hubungan seksual diluar ikatan pernikahan hingga hamil, banyak dijumpai di berbagai daerah.
Akibatnya tak sedikit yang mengambil jalan pintas dengan cara pengajuan menikah dini, dispensasi sekolah bagi pelajar yang hamil diluar nikah bahkan bunuh diri dan tindakan kriminal lainnya.
Seharusnya pemerintah memberi solusi tuntas, bukan hanya fokus bagaimana seks aman secara kesehatan.
Lantas kenapa penyebab perilaku negatif ini terus bertambah. Apakah karena imbas dari kondisi negara yang belum berhasil mensejahterakan rakyatnya? Sehingga para orang tua lebih sibuk mencari materi untuk menyambung hidup dibandingkan mendidik anak-anaknya di rumah.
Atau adanya ketidakseimbangnya gaji dengan beban kerja yang dialami tenaga pendidik di sekolah? Sehingga belum maksimal membersamai muridnya di sekolah?
Menilik lebih jauh, ini akibat kebijakan yang dipengaruhi oleh sekulerisme, yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan.
Jawabannya tentu saja benar, ditambah abainya negara terhadap kontrol tayangan yang beredar sehingga mudah merangsang para remaja untuk berbuat bebas dengan aturan yang tambal sulam.
Islam Solusi Segala Problematika Umat
Dalam menjaga perilaku remaja tentu bukan hanya tugas pemerintah. Tapi harus adanya kesinambungan antara peran individu dan masyarakat.
Pertama, setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Maka berpahala bagi orang tua yang berusaha memberikan pendidikan yang baik, menanamkan akidah dan menjadikan syariat Islam sebagai panduan kehidupan.
Kedua, keberadaan masyarakat sebagai kontrol perilaku remaja sangat penting. Jika saja seluruh masyarakat punya kesamaan pemikiran, perasaan dan aturan yang sama. Maka mudah sekali dalam melakukan amar makruf nahi mungka.
Ketiga, Negara sebagai pemangku kebijakan tentu saja berperan sangat besar untuk mengurusi semua problematika rakyatnya. Negara sebagai pemangku kebijakan tentu saja berperan sangat besar untuk mengurusi semua problematika rakyatnya. Negara harus jadi filter untuk setiap tayangan yang ada, mengatur dengan rinci tata kelola kehidupan rakyatnya. Maka penting sekali sistem apa yang dipakai oleh negara dalam membuat peraturan karena akan menentukan masa depan semua orang. Tentu saja bukan negara yang berasaskan pada sekuler liberal tapi negara yang memegang Islam sebagai acuan. Dan aturan yang dipakai adalah aturan langsung dari Allah Swt.
Bagi kaum muslim PP 28/20204 ini tidak pantas diterapkan. Karena haram hukumnya melakukan seks bebas.
Dalam Al-Qur’an hukum pacaran yang kebanyakan jadi gerbang utama perilaku sex bebas adalah haram.
Allah SWT berfirman:
“Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan mungkar” (Q.S Al Isra:32)
Jangankan untuk berbuat zina, mendekatinya saja sudah haram. Jika saja ayat Al-Qur’an diterapkan sebagai aturan kehidupan. Maka akan sangat sedikit sekali yang berlaku maksiat. Karena para pelaku zina yang belum menikah akan diberi sanksi yang membuat jera juga sebagai penebus dosa di akhirat.
Allah Swt. berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Jika PP 28/2024 ini diterapkan disosialisasikan dan dijadikan panduan hidup oleh masyarakat. Maka akan semakin mudah akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi, hubungan seks bebas akan makin menjalar bahkan bisa semakin dini pelakunya. Jangan sampai kita mendukung bahkan memfasilitasi perbuatan zina. Nauzubillah. Jadi mari kita kembali kepada aturan Allah Sang Pencipta dan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu alam bishowab