“Kapasitas 100 ton per hari di atas lahan 1.600 meter persegi tentu sangat menarik. Kita perlu lebih banyak fasilitas seperti ini,” ujarnya.
Farhan menambahkan, Bandung tidak akan mengandalkan model waste-to-energy seperti di kota lain.
“Kami ingin membangun ekosistem terbuka yang inklusif. Tidak hanya andalkan satu teknologi besar, tapi berbagai inovasi skala menengah dan kecil yang bisa cepat diterapkan,” jelasnya.
Diskusi juga membahas tantangan seperti kualitas plastik yang rendah dan permasalahan operasional, seperti air limbah dari truk pemadat sampah.
Delegasi Qinglv menjelaskan, sistem mereka tidak memerlukan pengeringan, namun tetap butuh proses pembersihan plastik secara menyeluruh sebelum didaur ulang.