Farhan menuturkan, bahasa ibu merupakan simbol identitas bangsa. Ia mengingatkan pepatah Sunda yang menyebutkan, “Basa téh cicirén bangsa; leungit basana, leungit bangsana.”
Menurutnya, pelestarian bahasa ibu harus dimulai dari kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan keluarga dan sekolah.
“Sekarang banyak anak yang merasa malu memakai bahasa daerah karena dianggap tidak keren. Padahal, bahasa ibu itu bahasa yang paling personal, bahasa yang kita gunakan untuk berbicara dengan orang tua, saudara, dan guru,” tutur Farhan.
Ia juga mengingatkan, UNESCO telah menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional, sebagai bentuk pengingat agar masyarakat dunia terus merawat bahasa daerahnya.