BANDUNG, PastiNews – Kenapa koperasi di Indonesia sulit berkembang dan maju, sementara koperasi merupakan salah satu penggerak ekonomi yang terbukti mampu bertahan disaat dunia perbankan keok saat moneter? Sementara negara-negara maju seperti Jerman dan Kanada, Koperasi cukup pesat.
Menurut Ida Hindarsah, divisi Informasi dan Kejasama Dekopinwil Jabar, perkembangan koperasi di Indonesia secara kuantitas memang banyak. Namun faktanya tak sedikit yang gagal bahkan gugur, hingga 50 persen.
“Hampir 50 persen (gagal), dan itu bisa dibuktikan dengan data (jumlah) koperasi yang aktif,” ujarnya di Focus Group Discussion dengan tema ‘Melalui Transformasi Inovasi Kita Wujudkan Kemandirian Koperasi’ di Gedung Senbik, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Selasa (22/8/2023).
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi luar biasa dan keberadaan koperasi menjadi Soko guru ekonomi nasional bahkan internasional.
Inovasi dalam koperasi, menurutnya, doing new things, melakukan dan mendapatkan sesuatu yang baru. “Bisa dari proses nya, bisa dari produknya dan bisa dari menejerial nya. Artinya, melalui transformasi (inovasi) ini koperasi bisa lebih mandiri,” sambungnya.
Senada, Rektor IKOPIN University, Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan mengatakan, dunia sudah berubah maka cara untuk menyesuaikan diri dengan perubahan itu adalah inovasi.
“Tadi saya sampaikan, inovasi yang pertama itu adalah perlunya iklim kebijakan politik dan ekonomi suportif terhadap koperasi,” bebernya.
Dirinya melihat, koperasi itu bisa diartikan sebagai hak konstitusional dari warga negara Indonesia. Oleh karena itu, bila perspektif ini kita kembangkan, bisa mencontoh seperti negara Jerman.
“Di Jerman itu, satu dari dua orang angkatan kerja nya itu anggota koperasi. Satu dari empat orang penduduknya anggota koperasi, maju dia (negara),” ujarnya.
Selain di Jerman, dirinya juga mencontohkan keberhasilan koperasi di negara lain, seperti Kanada.
“Artinya apa, koperasi berkembang di negara maju. Kita punya undang undang dasar. Kalau ini kita kerjakan, kita pun akan bergerak seperti bangsa Jerman, bangsa Kanada, Korea, Jepang. Karena koperasi itu kuat di sana,” ucap Prof Agus.
Lalu, kenapa di negara kita koperasi belum kuat? Alasan pertama, dukungan politik harus menuju ke arah sana. Kedua harus banyak latihan.
“Kemampuan tidak akan berkembang bila tidak memiliki banyak kesempatan. Kemampuan akan berkembang kalau banyak latihan. Pengawasnya bagus, manajer nya bagus. Ujung-ujungnya ke mana, ke pendidikan,” ujarnya.
Sementara, Akhmad Afandi selaku praktisi koperasi mengungkapkan, selain sosialisasi, koperasi bergerak tidak sesuai jati diri koperasi itu sendiri.
“Ada koperasi yang orientasinya sih kelihatan bagus tapi tidak sesuai jati diri koperasi. Yang kedua, banyak koperasi yang gagal bayar, (konotasi) abal-abal dan penipuan karena berkedok koperasi. Dan yang ketiga, maaf ada koperasi yang sampai sekarang eksis puluhan tahun tapi tetap kecil aja (SHU). Jadi terkesan seperti peliharaannya si pendiri,” tuturnya.
Menurutnya, koperasi yang benar dan baik adalah lembaga yang berorientasi kepada benefit.
“Jadi lembaga pemberdayaan yang berorientasi pada benefit. Yang harus diberdayakan adalah anggota sesuai dengan tujuan, yaitu memajukan kesejahteraan anggota,” pungkasnya.
FGD tersebut digelar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Wilayah Jawa Barat sekaligus rangkaian menjelang puncak peringatan Hari Koperasi ke-76 Tahun 2023 tingkat Jawa Barat. ***