AWAL karirnya dimulai dari bidang militer. Dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel, Nurhaeni Sikki S.A.P., M.A.P,. memilih pensiun dini dari anggota TNI, dan berkarier di bidang pendidikan.
Selama 28 tahun mengabdikan di tubuh TNI, lulusan pendidikan Bintara pada Tahun 90 dan bertugas di Kodam Jaya itu, masuk dalam militer, melalui jalur prestasi. Saat itu Nurhaeni merupakan atlet renang DKI Jakarta.
Meskipun lolos dan tergabung dalam Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat), dirinya tak lantas berpuas diri. Nurhaeni terus mengembangkan diri dengan menempuh pendidikan formal di Universitas Indonesia jenjang D3 (lulus tahun 1995).
‘Saat itu saya kuliah sambil mengemban tugas sebagai prajurit TNI. Setelah menjadi Perwira Kowad saya bertugas di Pusdik Kowad, karir militer dari Letnan Dua hingga Letnan Kolonel,’ papar Plt. Direktor Kemahasiswaan yang juga Direktur Kerjasama Universitas Sangga Buana (USB) YPKP Bandung, belum lama ini.
Selama waktu tersebut, dia tetap melanjutkan pendidikan formal hingga jenjang (S2) Magister ilmu Administrasi Publik (M.A.P).
‘D3 kuliah di Universitas Indonesia (UI), jenjang S2 (2014-2015) dan S3 (2016-2017) lulus dari STIA LAN Bandung,’ ujar Nurhaeni.
Selama bertugas di Pusdik Kowad, dia bertugas menjadi guru militer. Karir sebagai guru militer membawa dirinya mendidik lulusan Taruni AD. Hingga akhirnya pada 2018 lalu, ibu dua putera ini hijrah ke dunia akademisi.
Akhirnya wanita yang saat ini memiliki dua putra memutuskan pada tahun 2018 untuk hijrah ke dunia akademisi, dengan status pensiun dini.
Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Meski sama-sama mengabdi, menjadi pengajar bisa dengan skala yang lebih luas.
“Alasan saya mengambil pensiun dini bukan berarti saya tidak mencintai dan meninggalkan TNI, tapi mungkin ini sudah jalan Allah karena hidup itu pilihan, saat ini saya tengah menyelesaikan pendidikan S3. Mudah-mudahan tahun ini kelar,” urainya.
Tak cukup dengan karir yang telah dicapai di tubuh TNI. Untuk itulah dirinya memutuskan menempuh tantangan di luar kemiliteran.
‘Saya sudah hitung- hitungan jika seandainya gelar doktor saya sudah selesai, apakah jenjang karir saya menunjang. Akhirnya saya memilih dunia akademisi karena usia masih memenuhi syarat. Karena kalau untuk masuk dunia akademisi setelah pensiun normal, usia saya sudah ketuaan,” ucapnya.
Dia merasa memiliki kebanggaan tersendiri ketika mendidik siswa dari sipil. Dirinya juga pernah mengajar di sekolah Ariyanti dan STIA LAN.
Menjadi seorang dosen, baginya seperti menemukan kembali tunas-tunas pengabdian terhadap bangsa dan negara. Untuk itu Nurhaeni menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen seniornya yang mengantarkan ke Sangga Buana YPKP Bandung.
Dai menceritakan, pada 2018, saat dipertemukan dengan Rektor Sangga Buana pada saat itu, Rektor melihat curiculum vitae yang dibawanya, Sang Rektor tak yakin jika dirinya akan memutuskan pensiun dini, karena pada saat itu dirinya datang masih dengan pakaian dinas lengkap.
“Namun saya pada saat itu seperti meyakinkan, dengan mengucap bismillah saya siap untuk hijrah dan masuk dalam dunia kampus,” kisahnya.
Meskipun sudah tak lagi berada di dunia militer, namun dirinya tetap menjalankan disiplin seperti saat di dunia militer.
Momentum peringatan Hari Kartini 2022, baginya Kartini sebagai role model pejuang emansipasi wanita, melalui buku yang ditulisnya berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’.
Tanpa adanya ide dari pahlawan Kartini, bukan tidak mungkin perempuan saat ini menikmati emansipasi wanita.
‘Artinya emansipasi yang dibuat ini yang akhirnya bisa membuat perempuan memiliki peluang karir di berbagai bidang. Contohnya, berkarir sebagai dosen (perempuan), itu emansipasi, berkarir sebagai TNI itu juga emansipasi,’ tutupnya. ***